RUMAH SAINS ILMA

Jalan TPU Parakan No. 148
Pamulang - Tangerang Selatan
Banten
Telp. 021-32042545


- akan tiba saatnya berpikir ilmiah menjadi budaya bangsa ini

Petuah Minggu Ini :

"Obat penawar terbaik dari segala jenis kegagalan adalah : coba lagi"

- tak ingat, siapa yang pertama kali menyampaikan petuah ini

Jumat, 06 Februari 2009

Hampir 6 Tahun Yang Lalu

Mei 2003, setelah mendapatkan "sebuah kata ya yang mengandung perih" dari ibu dan istri, saya memutuskan keluar dari posisi saya yang nyaman di sebuah perusahaan makanan untuk memulai "mencangkul sebidang lahan kering", yakni membantu memajukan pembelajaran sains di Indonesia dengan cara yang menyenangkan. Beberapa teman mengatakan saya gila, mengorbankan banyak kenyamanan. Sebagian yang kenal sangat dekat saat di kampus bilang, bahwa saya dari dulu memang begitu. Keras kepala. Keluarga saya terdiam. Istri saya mencoba menentramkan diri atas pilihan saya itu : "kami masih bisa hidup dari gajiku" begitu kira-kira pikirnya.

Yang tidak cukup mereka ketahui adalah bahwa saya tidaklah semata-mata mengikuti dorongan hati. Ada hitung-hitungannya, walau tak pandai saya menjabarkannya dalam sebuah dokumen yang disebut "business plan". Mungkin orang menyangka saya nekad, tetapi tidak. Saya berhitung. Saya menakar berbagai kemungkinan Walau bisa saja hitungan saya salah, takaran saya salah.

Di periode-periode awal, tampaknya perkiraan beberapa pihak bahwa ini sekedar "mainan gilanya muzi" mulai mendapatkan pembenaran. Walau mendapatkan peliputan media yang sangat baik, tak banyak rupiah yang bisa dikumpulkan. Tabungan terus terkuras untuk membiayai operasional

Februari 2006, PT Avon Indonesia, tempat istri saya bekerja, menutup operasinya di Indonesia. Artinya, ia di PHK. Ada kemalangan yang patut disyukuri di sini berupa pesangon yang membuat kami bisa punya cadangan untuk beberapa bulan. Walau kemudian muncul kecemasan baru : tidak ada pemasukan rutin yang cukup yang bisa diharapkan. Berapa lama ini akan terus berlangsung? Ternyata, tak lama.

Keadaan mulai menunjukkan warna-warna yang cerah. Istri saya yang sudah bekerja lagi di sebuah perusahaan wadah plastik ternama, memilih untuk berhenti saja. Sepenuhnya mendampingi saya.

Alhamdulillaah, kami memang mulai menuai sedikit demi sedikit. Jangan bandingkan dengan kehidupan ekonomi kami saat bekerja dulu. Masih jauhlah. Akan tetapi, kami sudah bisa mandiri. Jika dulu kami menempati sebuah ruko kontrakan di pinggir jalan raya pamulang yang bising, bergegas dan berdebu, kini kami menempati sebuah lahan yang cukup luas milik sendiri di sebuah dusun, di pamulang juga. Di situlah tempat kami merawat dan membesarkan cita-cita : sebuah Indonesia yang berbudaya ilmiah, inovatif, kreatif.
----
Kisah ini saya ceritakan untuk berbagi, khususnya kepada teman-teman yang sedang menempuh jalan idealisme dan mulai risau dengan "bahan bakar" yang terus terkuras tanpa ada imbangan yang cukup. Apakah bisa berlanjut?

Setiap orang tentu punya kiat masing-masing untuk terus maju. Kalau kami, cuma punya cara berpikir yang sederhana. Terus menginovasikan ikhtiar dan terus memelihara persangkaan baik kami kepada Ia Yang Maha Berkehendak. Insya Allah apa yang hendak kami tuju berlandaskan hamparan niat baik. Mustahil Ia Yang Maha Baik tak memberikan jalan. Sudah. Itu saja.

Ketika ada cabaran (sebagian orang menamakannya sebagai kesulitan) kami berbaik sangka, bahwa itulah jalan yang sedang Allah sediakan agar kami menjadi lebih kuat. Lalu, kami tinjau kembali ikhtiar-ikhtiar kami. Bergerak lagi, di keesokan hari.

Kisah ini sebenarnya panjang. Liku-likunya banyak. Akan tetapi cukuplah sampai setakat ini saja. Mudah-mudahan ada manfaatnya buat teman-teman, baik yang sedang berjuang di sekolah, homeschooling, lembaga-lembaga, atau di tempat berkiprah yang mana saja. Bahwa jika yang sedang kita upayakan adalah kebaikan, maka tentulah ada jalan yang Ia sediakan. Kita hanya perlu berteguh hati untuk menjalaninya.

Tidak ada komentar: