RUMAH SAINS ILMA

Jalan TPU Parakan No. 148
Pamulang - Tangerang Selatan
Banten
Telp. 021-32042545


- akan tiba saatnya berpikir ilmiah menjadi budaya bangsa ini

Petuah Minggu Ini :

"Obat penawar terbaik dari segala jenis kegagalan adalah : coba lagi"

- tak ingat, siapa yang pertama kali menyampaikan petuah ini

Jumat, 27 Februari 2009

Menyesal Juga Saya

Menyesal juga saya tak cukup meluangkan waktu untuk membaca buku-buku sains yang beredar di Indonesia, khususnya yang terjemahan. Ternyata setelah saya baca-baca beberapa buku itu, saya menjumpai sejumlah kesalahan yang mengganggu, mendasar dan boleh jadi membingungkan. Boleh jadi kesalahan itu merupakan kesalahan terjemahan, boleh jadi juga memang sudah dari aslinya salah.

Satu kesalahan yang baru saja saya temukan sore ini terdapat pada buku 3 Menit Belajar Pengetahuan Umum Seri Iklim, Uji Coba, Fakta Unik terbitan BIP tahun 2006 (terjemahan dari Korea). Pada halaman 87 dicantumkan eksperimen sains menulis pesan rahasia. Saya kutipkan :

"Tulislah sesuatu dengan cuka atau air lemon di kertas, lalu keringkan. Jika kertas tersebut dipanaskan dengan lampu alkohol, tulisannya perlahan-lahan akan kelihatan. Fenomena ini terjadi karena asam sitrat di dalam cuka dan lemon...."

Ini sangatlah mendasar. Asam pada cuka bukanlah asam sitrat, melainkan asam asetat (acetic acid).

Lalu yang amat sering terjadi (tapi tidaklah separah kesalahan yang saya paparkan terdahulu) adalah hasil terjemahan yang membingungkan. Tak mudah dipahami.

Saya kutipkan dari buku yang sama, halaman 61 (tentang eksperimen mengangkat es dengan benang)

"...Semakin banyak garam yang ditaburkan di atasnya, proses ini menjadi makin cepat. Tetapi bila garam yang ditaburkan hanya sedikit, es akan mencair, namun kekentalan garam menjadi tipis sehingga titik beku kembali naik dan menjadi es kembali. Saat itu, benang juga ikut membeku"

Bisakah ini dimengerti? Bagi saya, tidak.

Ini sedikit contoh saja. Pada buku yang sama, saya masih menemukan beberapa kerancuan dan juga kesalahan ilmiah. Mudah-mudahan para penerbit lebih berhati-hati lagi di dalam menerbitkan buku-buku sains terjemahan ini

Kamis, 26 Februari 2009

Cairan Sensi dan Telapak Tangan Super

Ada 2 keajaiban sebentar lagi. Yang satu tentang sejenis cairan yang memberikan respons ketika diledek. Yang satunya lagi tentang telapak tangan super yang dapat memecah balon hanya dengan menyentuhnya. Mistik atau sihir? Tentu saja tidak. Ini sains.
Ajak anak-anak dan para siswa untuk menyaksikan tayangannya dan menemukannya jawabannya di Cerita Anak Trans TV, minggu 1 Maret 2009 atau 8 Maret 2009 pukul 7.30-8.00. Ayo dukung program televisi yang bernilai edukasi dengan menjadi pemirsa setianya, mengritisinya supaya menjadi lebih baik.

Khusus telapak tangan super. Bagi teman-teman yang sudah pernah ikut workshop sains saya tentu senyum-senyum saja.

Kedua eksperimen ini akan saya postingkan terpisah

Profesor Lebay

Beberapa waktu yang lalu saya diminta untuk secara rutin memberikan ide percobaan sains untuk segmen baru pada program Cerita Anak yang biasa ditayangkan Trans TV setiap minggu, pukul 7.30-8.00 pagi. Tujuannya agar tayangan yang sudah edukatif itu menjadi lebih menarik dan lebih edukatif lagi. Pada segmen ini akan tampil sesosok "ilmuwan" yang berjulukan Profesor Lebay.

Syuting pertama untuk 2 episode berlangsung tanggal 10 Februari 2009 berlokasi di Rumah Sains Ilma, Pamulang. Anak-anak yang tampil sebagai kawan Profesor adalah anak-anak dari dusun di sekitar Rumah Sains Ilma yang sama sekali tak akrab dengan kamera. Tentu saja, kenyataan ini membuat pengambilan gambar berlangsung tidak gampang. Akhirnya, hasilnyapun harus diakui tidak maksimal.

Episode pertama menampilkan eksperimen tentang kelembaman (inersia). Eksperimen ini akan saya postingkan terpisah. Episode kedua menampilkan eksperimen tentang konduktor-isolator listrik.

Saya tidak tahu apakah segmen ini akan mendapatkan respons yang baik. Semoga saja.

Jumat, 06 Februari 2009

Hampir 6 Tahun Yang Lalu

Mei 2003, setelah mendapatkan "sebuah kata ya yang mengandung perih" dari ibu dan istri, saya memutuskan keluar dari posisi saya yang nyaman di sebuah perusahaan makanan untuk memulai "mencangkul sebidang lahan kering", yakni membantu memajukan pembelajaran sains di Indonesia dengan cara yang menyenangkan. Beberapa teman mengatakan saya gila, mengorbankan banyak kenyamanan. Sebagian yang kenal sangat dekat saat di kampus bilang, bahwa saya dari dulu memang begitu. Keras kepala. Keluarga saya terdiam. Istri saya mencoba menentramkan diri atas pilihan saya itu : "kami masih bisa hidup dari gajiku" begitu kira-kira pikirnya.

Yang tidak cukup mereka ketahui adalah bahwa saya tidaklah semata-mata mengikuti dorongan hati. Ada hitung-hitungannya, walau tak pandai saya menjabarkannya dalam sebuah dokumen yang disebut "business plan". Mungkin orang menyangka saya nekad, tetapi tidak. Saya berhitung. Saya menakar berbagai kemungkinan Walau bisa saja hitungan saya salah, takaran saya salah.

Di periode-periode awal, tampaknya perkiraan beberapa pihak bahwa ini sekedar "mainan gilanya muzi" mulai mendapatkan pembenaran. Walau mendapatkan peliputan media yang sangat baik, tak banyak rupiah yang bisa dikumpulkan. Tabungan terus terkuras untuk membiayai operasional

Februari 2006, PT Avon Indonesia, tempat istri saya bekerja, menutup operasinya di Indonesia. Artinya, ia di PHK. Ada kemalangan yang patut disyukuri di sini berupa pesangon yang membuat kami bisa punya cadangan untuk beberapa bulan. Walau kemudian muncul kecemasan baru : tidak ada pemasukan rutin yang cukup yang bisa diharapkan. Berapa lama ini akan terus berlangsung? Ternyata, tak lama.

Keadaan mulai menunjukkan warna-warna yang cerah. Istri saya yang sudah bekerja lagi di sebuah perusahaan wadah plastik ternama, memilih untuk berhenti saja. Sepenuhnya mendampingi saya.

Alhamdulillaah, kami memang mulai menuai sedikit demi sedikit. Jangan bandingkan dengan kehidupan ekonomi kami saat bekerja dulu. Masih jauhlah. Akan tetapi, kami sudah bisa mandiri. Jika dulu kami menempati sebuah ruko kontrakan di pinggir jalan raya pamulang yang bising, bergegas dan berdebu, kini kami menempati sebuah lahan yang cukup luas milik sendiri di sebuah dusun, di pamulang juga. Di situlah tempat kami merawat dan membesarkan cita-cita : sebuah Indonesia yang berbudaya ilmiah, inovatif, kreatif.
----
Kisah ini saya ceritakan untuk berbagi, khususnya kepada teman-teman yang sedang menempuh jalan idealisme dan mulai risau dengan "bahan bakar" yang terus terkuras tanpa ada imbangan yang cukup. Apakah bisa berlanjut?

Setiap orang tentu punya kiat masing-masing untuk terus maju. Kalau kami, cuma punya cara berpikir yang sederhana. Terus menginovasikan ikhtiar dan terus memelihara persangkaan baik kami kepada Ia Yang Maha Berkehendak. Insya Allah apa yang hendak kami tuju berlandaskan hamparan niat baik. Mustahil Ia Yang Maha Baik tak memberikan jalan. Sudah. Itu saja.

Ketika ada cabaran (sebagian orang menamakannya sebagai kesulitan) kami berbaik sangka, bahwa itulah jalan yang sedang Allah sediakan agar kami menjadi lebih kuat. Lalu, kami tinjau kembali ikhtiar-ikhtiar kami. Bergerak lagi, di keesokan hari.

Kisah ini sebenarnya panjang. Liku-likunya banyak. Akan tetapi cukuplah sampai setakat ini saja. Mudah-mudahan ada manfaatnya buat teman-teman, baik yang sedang berjuang di sekolah, homeschooling, lembaga-lembaga, atau di tempat berkiprah yang mana saja. Bahwa jika yang sedang kita upayakan adalah kebaikan, maka tentulah ada jalan yang Ia sediakan. Kita hanya perlu berteguh hati untuk menjalaninya.